Kamis, 24 April 2014

Asal usul tennis

Tenis merupakan olahraga yang sudah sangat tua. Terekam pada pahatan yang dibuat sekitar 1500 tahun sebelum masehi di dinding sebuah kuil di mesir yang menunjukan representasi dari permainan bola tenis. Permainan ini kemudian meluas ke seluruh daratan eropa pada abad ke-805
)
Pada awal perkembangannya tenis dimainkan dengan memakai tangan atau sebuah tongkat yang dipukulkan bergantian menggunakan sebuah bola dari kayu yang padat. Permainan ini kemudian berkembang lagi menjadi permainan bola dengan dipukulkan melintasi sebuah dinding penghalang. Karena pada saat itu dirasakan bahwa kontrol bola lebih terasa menggunakan tangan, maka media yang berkembang pada waktu itu adalah dengan menggunakan sarung tangan kulit yang kemudian berevolusi kembali dengan menambahkan gagang. Inilah cikal bakal lahirnya sebuah raket tenis. Bola pun berevolusi dari sebuah bola kayu padat menjadi bola dari kulit yang diisi oleh dedak kulit padi.

Olahraga ini sangat berkembang di Perancis waktu itu. Pada abad 16-18 telah mulai banyak digandrungi terutama oleh kalangan Raja-raja dan para bangsawan dengan nama ‘Jeu de Palme’ atau olah raga kepalan tangan. Kata Tenis sendiri dipercaya berasal dari pemain Perancis yang sering menyebut kata ‘Tenez’ yang artinya “Main!” pada saat akan memulai permainan dan hingga sekarang kata tersebut dipakai sebagai nama olahraga ini. Tenis kemudian berkembang hingga dataran Inggris dan juga menyebar ke Spanyol, Itali, Belanda, Swiss dan Jerman. Namun tenis mengalami kemunduran saat terjadinya revolusi Perancis dan berkuasanya Napoleon Bonaparte di Eropa.
Pada abad 19 barulah tenis dimunculkan kembali oleh para bangsawan Inggris dengan membangun fasilitas-fasilitas country club atau lapangan tenis di rumahnya yang besar. Karena pada waktu itu tenis populer dimainkan di halaman rumput, maka terkenal dengan sebutan ‘Lawn Tennis’ atau tenis lapangan rumput. Pada masa ini juga mulai muncul bola dari karet vulkanisir yang pada waktu itu dianggap dapat mengurangi rusaknya rumput di lapangan tanpa mengurangi elastisitas dari bola itu sendiri.
Sebutan Lawn Tennis berasal dari seorang Inggris bernama Arthur Balfour. Sejak ditemukannya lawn tennis, orang mulai bereksperimen dengan memainkannya di permukaan lain seperti clay court (tanah liat) dan hard court (semen). Menggeliatnya permainan tenis ternyata mampu menggeser permainan Croquet sebagai olahraga musim panas. Puncaknya terjadi pada tahun 1869 ketika salah satu klub croquet ternama di Inggris, All England Croquet Club, tidak berhasil menarik banyak peminat dan mencoba untuk memasukan tenis sebagai olahraga lainnya. Hasilnya klub ini sangat sukses menarik peminat terutama pada permainan Tenis tersebut hingga pada tahun 1877 mengganti namanya menjadi ‘All Engand Croquet and Lawn Tennis Club’. Sejarah ini berlanjut ketika lokasi klub yang bertempat di Wimbledon terjadi kenaikan sewa tanah yang memaksa klub untuk mendapatkan dana lebih dari biasanya. Oleh karena itu klub mengadakan turnamen tenis pertama di Wimbledon dengan membentuk sebuah panitia untuk mengadakan pertandingan dan membuat peraturan yang baku dalam permainan ini. Turnamen tersebut diikuti oleh 20 peserta dengan penonton sekitar 200 orang dan ini merupakan cikal bakal turnamen Wimbledon yang merupakan salah satu turnamen grand slam tenis bergengsi di dunia.

Terdapat berbagai jenis permainan yang menggunakan raket yang dimainkan dewasa ini dan tenis merupakan salah satu permainan yang paling disukai. Menurut beberapa catatan sejarah, permainan menggunakan bola dan raket sudah dimainkan sejak sebelum Masehi, yaitu di Mesir dan Yunani. Pada abad ke-11 sejenis permainan yang disebutjeu de paume, yang menyerupai permainan tenis kini, telah dimainkan untuk pertama kali di sebuah kawasan di Perancis. Bola yang digunakan dibalut dengan benang berbulu sedangkan pemukulnya hanyalah tangan.
Permainan ini kemudian diperkenalkan ke Italia dan Inggris pada abad ke-13 dan mendapat sambutan hangat dalam waktu yang singkat. Banyak peminatnya ternyata di antara rakyat setempat terhadap permainan ini. Sejak itu perkembangan tenis terus meningkat ke negara-negara Eropa yang lain.
Raket bersenar diperkenalkan pertama kali pada abad ke-15 oleh Antonio da Scalo, seorang pastur berbangsa Italia. Ia menulis aturan umum bagi semua permainan yang menggunakan bola, termasuk tenis. Majalah Inggris "Sporting Magazine" menamakan permainan ini sebagai 'tenis lapangan' (lawn tennis). Dalam buku "Book of Games And Sports", yang diterbitkan dalam tahun 1801, disebut sebagai "tenis panjang". Tenis pada mulanya merupakan permainan masyarakat kelas atas. Tenis lapangan rumput yang terkenal di zaman Ratu Victoria lalu ditiru oleh golongan menengah, yang menjadikannya sebagai permainan biasa.
Klub tenis pertama yang didirikan adalah Leamington di Perancis oleh J.B. Perera, Harry Gem, Dr. Frederick Haynes, dan Dr. Arthur Tompkins pada tahun 1872. Pada masa itu, tenis disebut sebagai pelota atau lawn rackets. Dalam tahun 1874 permainan tenis telah pertama kali dimainkan di Amerika Serikat oleh Dr. James Dwight dan F.R. Sears. Sementara itu, All England Croquet Club pun telah didirikan pada tahun 1868. Dua tahun setelah itu dibukalah kantornya di Jalan Worple, Wimbledon. Pada tahun 1875, klub ini juga bersedia memperuntukkan sebagian dari lahannya untuk permainan tenis dan badminton. Sehubungan dengan itu, peraturan permainan tenis lapangan rumput ditulis. Amerika Serikat mendirikan klub tenis yang pertama di Staten Island. Bermula dari situlah, permainan tenis di Amerika Serikat berkembang dengan pesat sekali. Dari sana lahir banyak pemain tenis tangguh yang menguasai percaturan tenis tingkat dunia.
Kejuaraan tenis pertama bermula tahun 1877. Marilah kita tingkat kan perstauan tennis di indonesia maju

Selasa, 22 April 2014

Petenis Ranking 100 Dunia Berdarah Indonesia

 Jesse Hutagalung / Photo : Unity FM (Netherland)
Tidak ada alasan untuk tidak bangga melihat saudara sendiri bersaing di sebuah kompetisi tingkat dunia. Sama bangganya ketika melihat penyanyi Anggun menembus chart Billboard di Amerika, Rio Haryanto menjuarai Grand Prix di Eropa, Joe Taslim yang mendapat peran di industri film Hollywood, Susi Susanti yang mempersembahkan medali emas pertama di Olimpiade atau yang baru-baru ini menjadi topik pembicaraan hangat yaitu trio anak muda Gamal, Audrey dan Cantika (GAC) yang video cover version mereka tayang di podium utama Grammy Award 2014 saat mempresentasikan lagu Mirror milik Justin Timberlake. Dan lebih membanggakan lagi ketika mereka tetap membawa akar ke-Indonesiaan-nya ke level dunia. Salah satunya adalah, rata-rata mereka ini memiliki nama yang sangat khas Indonesia yang pasti terdengar aneh di telinga orang asing dan juga susah dilafalkan lidah asing, tetapi mereka tetap mempertahankan nama tersebut tanpa pernah ingin mengubahnya menjadi berbau Amerika. Berada di kancah dunia tidak membuat mereka meninggalkan identitas aslinya, tetapi justru bangga dengan eksotisme negara asalnya yang melekat pada diri mereka.

Ada satu lagi nama yang berbau Indonesia (khususnya dari daerah Batak) berhasil menembus level dunia sebuah bidang kompetisi kelas dunia. Namanya Jesse Hutagalung, petenis berdarah campuran Batak dan Belanda yang saat ini berhasil menembus jajaran 100 Top Ranks tennis dunia. Ketika negara-negara Asia lain seperti China, Jepang, Taiwan dan Thailand memiliki wakil di kedua kubu jajaran elit tenis di sektor putra dengan nama instansi Association of Tennis Professionals (ATP) dan sektor putri dengan nama instansi Women’s Tennis Association (WTA), dalam arti berhasil masuk Top 100, petenis Indonesia masih berkutat di luar peringkat yang selalu menjadi headline website resmi kedua organisasi tenis dunia tersebut.

Kita pernah memiliki Yayuk Basuki (mantan rangking 19 dunia, pernah melaju sampai ke babak Quarter Final turnamen Grand Slam Wimbledon 1997), Angelique Wijaya (mantan rangking 55 dunia, juara Wimbledon Junior 2001), Wynne Prakusa (mantan rangking 74 dunia), Romana Tedjakusuma (mantan rangking 84 dunia) yang mampu berbicara di podium internasional. Tetapi sekarang sejak era mereka berlalu, tak ada lagi petenis Indonesia, baik putra maupun putri, yang mampu menembus Top 100 rangking dunia. Petenis andalan Indonesia saat ini seperti Christopher Rungkat dan Elbert Sie peringkatnya masih berada di luar Top 200 rangking dunia.

Jesse Hutagalung kelahiran Harleem (Belanda) 28 tahun yang lalu adalah warga negara Belanda yang sudah terjun ke dunia olahraga tennis profesional sejak tahun 2004 dengan peringkat pertamanya di rangking 742 dunia. Pelan namun pasti dia berhasil merangkaki satu demi satu anak tangga dengan grafik kenaikan rangking yang meningkat sampai ke peringkat 502 masih pada tahun yang sama. Tahun lalu, tepatnya 19 Agustus 2013, Jesse untuk pertama kali menembus Top 100 dengan rangking 99 dunia. Prestasinya memang tidak buruk, bahkan cenderung stabil. Namun karena prestasi petenis lain juga berkembang, sehingga pada tanggal 14 Oktober 2013, Jesse kembali tergusur dan terlempar dari jajaran Top 100 digantikan oleh petenis lain. Namun di tahun 2014, Jesse kembali melambung menembus Top 100 dan minggu ini dia berhasil mencapai posisi terbaiknya dalam Top 100, yaitu menempati urutan 91 dunia.

Tidak banyak petenis putra yang memiliki senjata andalan untuk menggempur daerah pertahanan lawan. Salah satunya adalah pukulan backhand dengan satu tangan. Pada umumnya pukulan ini dilakukan dengan menggunakan dua tangan untuk menghasilkan pukulan yang keras dan tajam. Di jajaran petenis ATP, Richard Gasquet (Prancis) yang memiliki pukulan ini. Dia mampu menyerang lapangan pertahanan lawan dengan single-handed backhand dengan kekuatan dan akurasi yang sama baiknya dengan jika menggunakan dua tangan. Jesse Hutagalung juga termasuk yang memiliki jenis pukulan ini, namun hasil pukulan dan pengembalian bolanya belum sekeras dan setajam Richard Gasquet. Meskipun akurasi penempatan bolanya sudah terarah dengan baik, namun belum cukup keras untuk bisa menghasilkan winner atau memaksa lawan melakukan error.

Dari segi penampilan, Jesse hampir sama dengan rata-rata petenis putra lainnya yang mayoritas berpostur tinggi besar dan berwajah rupawan. Yang menarik, petenis putra yang sering dinilai memiliki ketampanan bagai model justru mereka yang berada diluar Top 10. Sebut saja Grigor Dimitrov (19), Daniel Brands (69), Feliciano Lopez (26), Fabio Fognini (14) dan lain-lain. Dengan tinggi badan 188 sentimeter, Jesse kerap terlihat perlente di lapangan tenis. Walau bersimbah keringat akibat mengejar bola kesana kemari, tatanan rambutnya tetap terjaga dan rapi sampai pertandingan berakhir.

Dari ribuan petenis profesional dari seluruh dunia, bisa menembus Top 100 ATP jelas merupakan sebuah kebanggaan. Penggemar tenis di seluruh dunia mungkin tidak begitu mengenal seluruh petenis profesional, tetapi pasti mengenal semua petenis yang berada di jajaran Top 100. Mereka-mereka inilah yang sebenarnya lebih sering merepotkan para petenis terbaik dunia seperti Rafael Nadal, Novak Djokovic, Roger Federer, Andy Murray dan lain-lain di babak-babak awal turnamen. Mereka yang punya kemampuan yang cukup baik dan tanpa dibebani harus meraih atau mempertahankan gelar juara membuat mereka bermain lepas dan nothing to lose. Hal ini membuat mereka mampu bermain apik dan membuat pemain unggulan harus bekerja keras agar bisa melewati hadangan mereka. Masih segar dalam ingatan bagaimana Steve Darcis (Belgia) menaklukkan Rafael Nadal (Spanyol) di putaran pertama Wimbledon tahun lalu. Juga Sergy Stackhovsky (Ukrania) yang masih pada turnamen yang sama mengalahkan Roger Federer (Swiss) di babak kedua.

Jesse sampai sejauh ini belum meraih satu gelar baik saat bermain tunggal maupun ganda. Prestasi terbaiknya adalah menjadi runner up di Dutch Open 2008 (berpasangan dengan Igor Sijsling) dan runner up ABN Amro World Tennis Tournament 2013 (berpasangan dengan Thiemo de Bakker).

Meskipun Jesse Hutagalung tidak membela nama Indonesia, namun darah Indonesia dalam tubuhnya jelas membuat penggemar tennis dari Indonesia bangga padanya. Apalagi dia mempertahankan marga Hutagalung, yang menjadi nama official-nya di lapangan tennis, sehingga para komentator dan umpire internasional mau tidak mau harus belajar dan setengah mati menekuk lidah untuk melafalkan nama khas Indonesia ini dengan baik. Memang seperti itulah seharusnya, jangan hanya kita saja yang mati-matian melafalkan istilah atau nama dalam bahasa asing, tetapi sesekali boleh dong gantian orang asing yang mati-matian melafalkan istilah atau nama dalam bahasa Indonesia.